Lakon:
● Jaka ●Klara ●
Buk Eni
● Astri ●
Pak Dahlan ● Buk Eni
● Dimas ●
dr. DAvid ● Dadang
Bola Mata Malaikat Mungil
Kisah cinta anak
kampung yang sangat hangat dan juga penuh cinta. Bertahun lamanya di jalani
Astri gadis kampung nan ayu juga ramah siapa melihat pasti terpanah dengan
teman sepermainan dan juga teman SMP nya Jaka lelaki hitam manis dengan postur badan
yang kekar bak bodyguard, menjalani kisah kasih cinta monyet semenjak SMP hingga SMA.Terlampau lamanya di jaga dan juga di bina, hingga
sebuah fikiran terlintas untuk keseriusan yang abadi. Jaka yang hanya tinggal
memiliki ibu yang sudah mulai rentan memutuskan untuk merantau.
“mbok,
abdi teh gak akan pulang sebelum benar benar bisa bahagiain dan cari uang
banyak buat simbok sama neng gelis Astri” ujar Jaka sebelum pergi sembari
mencium tangan ibunya dan berpamitan pergi.
Perpisahan ibu dan
anak yang sangat dramatis seolah bagai sebuah firasat bahwa itulah pertemuan
terakhir mereka.
Perjalanan yang di harapkan mulus itu ternyata tak semudah kelihatannya. Di tengah perjalanan bus dari Bandung menuju kota besar Jakarta bus Jaka mengalami sabotase oleh beberapa komplotan penjahat bersenjata, habis semua bawakan Jaka termasuk dompet yagn berisi uang bawaan dan, tas berisi baju perlengkapan sehari hari, dan juga ijazah bakal bekal Jaka untuk mencari pekerjaan layak, tinggal tersisih lah beberapa recehan uang Jaka yang terselip di kantong dan juga Jam tangan pemberian alm.ayah Jaka yang lumayan memiliki nilai jual, rasa bersyukur Jaka karena masih ada selembar photo kebersamaan Jaka dengan Astri yang sedari dulu nya di simpan.
Kehilangan identitas, terombang ambing hidupnya mencari cara agar bisa kembali ke kampung hanya sekedar mengabari orang tuanya dulu, namun usaha itu tak di duga segampang nya. Semenjak kejadian memilukan itu jaka mencoba bekerja dengan orang di kota besar pertama tama hanya sebagai buruh bangunan tak ada uang untuk kembali ke kampung dan juga ijazah SMA nya hilang bersama semua identitas.
Supel dan gampang berbaur dengan orang baru membuatnya memiliki banyak teman hingga seorang teman akrabnya usrok yang mengetahui keahlian nya dengan keterampilan budidaya tanaman, hitung menghitung dan juga memiliki intelektual yang tinggi karena telah di ketahui Jaka lulusan terbaik peringkat kedua IPA di kampungny menawarkan nya sebuah pekerjaan sebagai sekertaris di PT.BENIH PADI yang kebetulan sedang mencari orang dalam hal mengembangkan benih padi agar hasilnya maximal dan berkualitas.
Pemilik PT yang tak lain bekas majikan usrok bekerja dulu juga tak asal menerima ajuan nya begitu saja, karena tidak di lengkapi dengan bukti bukti keterangan yang dominan. Saat Jaka di bawa kekantor itu Pak Dahlan sang pemilik mulai menatap jaka dengan seksama merasa yakin dengan penampilan nya dan akhirnya membuatkan Jaka sebuah test untuk menguji kemampuan nya seberapa mampu kah dia. Ternyata benar saja, pekerjaan itu pun di dapatkan Jaka dengan beberapa usaha nya dan di lewati dengan keyakinan diri.Pengabdian dan persentasi kerja serta kejujuran Jaka yang sangat bagus menjadikan nya sekarang tangan kanan dari pada usaha pak dahlan.Hasil yang selama ini di dapat tak lupa ia sisihkan sebagai bekalnya pulang kampung untuk ibunya dan juga kasih di kampung.
Sang ibu yg mulai sakit sakitan tiba tiba ngerop dan meminggal dunia. Terlalu banyak fikiran tak henti tentang prasangka buruk tentang anak kesayangan nya. Wanita yang selalu setia menanti di kampung tak juga mendapat kabar dari sang arjuna. Sang ayah yang memiliki rekan kerja yang dermawan begitu terkesima terhadap sang putri bak embun pagi menyilaukan biusnya, hendak di persunting oleh Dimas lelaki dewasa tampan rupa dan santun, masih jelas telintas di pikiran sang putri dan berangan angan cinta sejati itu kembali dan menyelamatkan membawanya pergi dari labirin orang tuanya ini. kejadian itu begitu cepat dan tak bisa di elakan.
Kehidupan baru itu di mulai, mereka pindah ke kota sembari melanjutkan kerjaan orang tua yang ada di sana, kebahagiaan itu pun tercuak, gemerlap kemewahan hingar bingar keramahan senyum dimana mana, namun entah mengapa seolah bayang bayang itu tak bisa raip dari hati dan juga pikiran, apa yang di lakukan ia selalu berharap “andai saja ini bersamamu”. Betapa beruntung nya ia mendapatan suami yang begitu menyayangi jiwa raga mampu memberi apa yang ia mau semua kemewahan bukankah ini yang selama ini harapkan dalam hidupnya namun entah mengapa rasa gembira itu tak pernah bisa di rasa sesempura ketika dulu bersama Jaka.
Hampir setahun rumah tangga mereka lalui karunia penantian itu pun terwujud, Astri hamil, kesayangan Dimas terhadap istri nya itu pun makin di lebih lebihkan, setiap pagi sebelum brangkat kerja ia membuatkan sarapan sehat dan mengantarkan nya ke kamar disaat Astri masih terlelap dalam nyenyaknya, kecupan hangat mempu membangunkan Astri dari tidurnya “selamat pagi calon ibu bagi anakku” tak lupa ia mengecup juga perut Astri yang berisi malaikat mungil nya. Tak ada hari yang paling menyenangkan dalam hati nya selain memahagiakan istri nya dan juga menghabiskan waktu bersama sang istri di rumah, bahkan sangking bahagianya Dimas tiap kali di kantor saat sedang tak ada lagi yang di kerjakan seolah sedang menghafalkan peran nya sebagai ayah yang akan di sandang nya beberapa buan lagi, “sini sayang peluk ayah” sembari memeluk bantal yang ada di ruang kerjanya,ketus sekertaris Dimas nya tak sengaja melihat. Artikel artikel seputar anak dan cara menjadi ayah yang benar, semua itu seolah perlahan Dimas pelajari dan pahami.
Hari bahagia itu pun hadir seiring penantian sembilan bulan. Klara, begitulah sapaan malaikat mungil mereka. Kegembiraan itu seolah membuat Astri yakin bahwa Jaka memang tak mengingat dan menginginkan nya lagi, ia menyadari betapa sayang yang di ukir Dimas itu tulus.Teori yang selama ini di pahami nya pun malah membuat Dimas tampak lebih berpengalaman tentang anak pertama mereka
“kok
kamu tau banyak sih udahan tentang anak kecil” usik Astri
“kamu
gak taukan selama ini aku uda bahas semua artikel seputar anak, emang nya kamu
yang gak pernah mau tau tentang itu” sahut Dimas sembari meledek
Kondisi lemas Astri Melihat Klara yang begitu nyaman dalam gendongan Dimas yang jelas terbicara kebahagiaan di raut wajah tampan itu membuatnya belajar benar benar menyayangi Dimas tulus setulus cintanya kepada Jaka yang mulai di padamkan secara perlahan.
“cinta itu datang nya terlambat di saat hal yang membuat kita bersatu dalam tanggung jawab di situ aku sadar bahwa hal yang kita harapkan tak bisa kita tentang dengan takdir”
Keberadaa Jaka yang baru saja bisa kembali ke kampung halaman dengan membawa hadiah untuk ibunya di kampung dan juga menepati janji nya kembali untuk cinta yang di perjuangkan. Dengan wajah riang menapaki kampungnya itu setapak demi setapak sedikit mengalami perubahan setelah bertahun lama nya ia tinggalkan. Hingga suatu rekan sepermainannya tak sengaja bersimpangan di jalan olehnya
“Jaka
?” heran Dadang
“ia
atuh, kamu pasti kangen yah sama saya lama gak jumpa” glitik Jaka
“kemana
aja kamu selama ini ka”
Dadang memasang muka sedih, Jaka pun
menanyakan kenapa dan ada apa gerangan, Dadang menceritakan semua yang telah terjadi
termasuk sepeninggal ibu Jaka dan juga pernikahan sang pujaan hatinya. Jaka menangis
sesenggukan merasa apa yang ia lakukan selama ini sia sia.
“Sepenghilang
mu ka membuat ibu tiada henti meratapi bulan tiada pernah kau beri kabar itu
yang mambuat ibu jadibegitu seolah menanggung beban, semua teman teman mu telah
di tanya tapi tak satupun dari kami mengetahui tentang mu, Astri yang selama
ini selalu menemani ibu mencari kesana kemari cukup lelah mereka mencari tak
jua kau bersua hingga seseorang mengabarkan kematian mu saat keberangkatan mu
ke Jakarta berbisik gema angin sampai ke telinga ibu mu, suatu pukulan yang
sangat terhebat di kala hanya kamu harapan satu satu nya” jelas Dadang serasa ikut membayangkan
kesedihan jaka yang tak henti hentinya menyalakan diri nya sendiri.
“sekarang
tolong antarkan aku ke pemakaman ibu ku dang” serak Jaka
Penyesalan yang mendalam semakin menghantui Jaka selalu tak kala melihat pemakaman yang telah di balut rumput bak rumah tak bertuan. Semakin pedih ketika melihat rumah yang dulu di tempati berdua dengan ibu nya sekarang menjadi rumah kosong sepeninggal ibunda. Begitu pedih kampung halaman itu untuk di tempati lagi, Jaka menjual tapak rumah dan hasil dari penjualan rumah di serahkan ke panti asuhan. Jaka kembali lagi ke Jakarta dan kembali menjalankan aktifitas menyibukan diri kembali disana.
Tak ada yang
mengingin kan ini terjadi, Dimas ternyata telah cukup lama mengenal Jaka,
perkenalan itu terjadi karena keseringan Jaka ikut rapat dan juga sekedar
memiliki acara outdoor mengikuti pak Dahlan dengan beberapa rekan bisnis lainnya.
Saat usia Klara yang saat itu menginjak usia di tahun pertama Dimas yang sangat menyayangi malaikat mungil itu dari jauh jauh hari sengaja menyusun konsep pesta semeriah mungkin, namun Astri mencoba melarang karena itu terlalu berlebihan untuk anak berusia 1 tahun, karena di rasa Dimas ada benar nya juga, alhasil mereka memutuskan untuk mengadakan potong tumpeng dan memanggil beberapa rekan kerja juga teman teman Astri dalam perayaan itu.
Pak Dahlan yang saat itu jugak mendapatkan kabar dari rekan bisnisnya itu menjanjikan diri nya pasti akan datang. Kedatangan pak Dahlan tidak sendiri di temani dengan tangan kanan nya, yaitu Jaka, dengan senang hati Jaka pun menemani tanpa adanya prasaan apaun sebelum nya. Pada hari yang memang sepertinya telah di rencanakan Tuhan, kehadiran nya di tengah acara syukuran yang berkesan sederhana namun penuh hikmat, tersadar bahwa yang di hadiri nya itu adalah acara Astri dengan keluarga kecil nya yang di penuhi dengan kebahagiaan. Saat Jaka memberikan kata “selamat” kepada keluarga kecil itu, terdiam dan bagai rasa tak percaya menyelimuti hati Astri, pertemuan dua bolah mata yang seakan terpaku dalam rindu seolah mengenang kilau bola mata itu yang pertama kali membuat Jaka jatuh hingga saat ini.
Betapa hancur hati Jaka melihat anak yang di gendong itu bukan anaknya. Penyesalan terdalam itu jelas terpancar, diam membisu tak sekata pun mampu terucap saat saat itu menimpa.
Sayang yang sampai
saat ini tak bisa di hilangkan Terniat dalam kalbu Jaka,
”
jaga malaikat kecil itu dari jauh, seperti yang di angan angan kan Astri ketika
dulu yang di ingin kan nya anak perempuan selepas pernikahan mereka”.
Astri seolah tiada
henti nya dia melamuni kejadian malam itu, Dimas merasa ada yang di pikirkan
istrinya, Astri menceritakan bahwasannya tadi ada salah satu di antara teman
nya yang hadir adalah kasih yang dulu selalu di ceritakan. Dimas bertanya
dengan jelas yang manakah yang di maksud, lelaki itu bernama Jaka. Dimas diam
dan seolah takut bahwa kisah mereka terulang kembeli, Astri pun menegaskan dengan
penuh kejujuran
“kisah
itu dulu sangat indah bahkan terlalu indah hingga tak bisa di lupa, namun
semenjak kebahagiaan ku bersamamu apa lagi semenjak kehadiran malaikat mungil
kita sebesar apapun yang dulu selalu bersemayam hilang tergantikan dengan kisah
kita, kebahagiaan kita”
Keyakinan itu yang
mampu menghadirkan senyum di wajah Dimas yang tadi nya usam.
Tahun ke-2 di usia Klara yang sudah lancar berbicara dan melangkah, ia tumbuh menjadi gadis kecil yang lucu menggemaskan. Hingga sesuatu ketika tejadi di malam itu Klara panas tinggi dan juga rewel lain dari biasanya, terlihat bercak putih mewarnai mata indahnya hingga membuat Dimas begitu cemas akan gadis kecil nya itu langsung saja Klara di bawa ke Rumah Sakit, begitu mencengangkan hasil pemeriksaan Klara mengidap kanker mata dan telah terindikasi sejak lahir. Betapa pilu nian Dimas mendengar hal itu, segala cara di upayakan nya untuk kesembuhan malaikat mungil nya itu.
Jaka yang mengetahui
berita itu dari pak Dahlan juga mengupayakan segala hal untuk kesembuhan anak
dari orang yang di cinta nya. Konsultasi dokter pun tak sungkan dia lakukan
demi mendapatkan info memuaskan.
Di tahun ke-3 di usia Klara yang mulai tahu arti ibu dan ayah dalam hidupnya terkadang sering menanyakan
“kenapa
raut wajah ibu sama ayah sedih kalok liat aku ?”
Astri hanya bisa bilang “gapapa sayang” dan
mengecup kening lembut Klara. Astri dan Dimas seakan ingin menutupi rasa
kesedihan itu agar malaikat mungil kesayangan nya tak merasa juga ketakutan
bercampur cemas mereka. Rasa tak tega
Astri dan Dimas tiap kali harus meliat Klara harus rutin cek up ke
dokter di kala usia nya yang masih sangat mungil.
Selalu banyak waktu yang di habiskan Dimas demi malaikat mungilnya walau hanya sekedar berjalan jalan di taman untuk bermain bersama, memanjakan Klara main ayunan ataupun prosotan sesuka Klara meminta selalu di turuti Dimas, Jaka yang hanya bisa memantau dan melihat malaikat mungil itu mengidap penyakit dan sampai saat ini belum juga ada obat yagn mampu menyembuhkan nya, semakin bertekat mengupayakan apapun demi kesempuhan Klara.
Di tahun ke-4 usia Klara yang semakin jelas merasakan ketidak nyamanan terhadap matanya tak kala rasa sakit itu kambuh rasa yang begitu sakit berasa dari tengkuk kepala nya. Sejauh ini hanya obat yang mampu menenang kan sakit Klara.
Di usia Klara yang sudah mulai mengenal lingkungan suatu ketika Klara meminta masuk Taman Kanak Kanak atau PlayGroup seperti teman teman nya yang lain, ujar Klara. Senang yang di rasa Dimas dan Astri karena melihat malaikat mungil itu sudah mulai beranjak dan kenal dengan lingkungan dan kewajiban nya, namun mereka mengkhawatirkan jika harus melepaskan Klara benar benar beradaptasi dengan lingkungan dan tidak selalu bisa Astri memantau, di takutkan kesakitan Klara kambuh saat jauh dari mereka.
Ujar Astri agar Klara
menjalani less private saja agar di panggil kan guru kerumah, namun gadis kecil
itu sudah bisa menentukan mau nya sendiri ia merasa jika hanya menjalani proses
belajar mengajar di rumah dia tak bisa berbaur dan bermain bersama dengan teman
sebaya nya. Tak bisa di halangi, seolah tak kuasa menolak namun ada rasa takut
yang coba mereka lawan demi kesenangan Klara anak semata wayang mereka.
Hari pertama Klara masuk playgroup rasa gembira yang teramat antusias tercipta dari mereka, Dimas dan Astri mengantarkan anak kesayangan sampai ke sekolah, tak lupa mereka berfoto bertiga dengan balutan senyum di ketiga wajah itu. Setiap torehan kegembiraan Klara di hari pertama sekolah seolah ingin di abadikan Astri dan Dimas. Saat Klara bingung dengan perkataan guru, saat Klara mulai belajar menganal kan diri, saat Klara tertawa lepas dengan teman teman sebayanya, membuat batin dan Astri iba dan menyangka
“kebahagiaan
ini tak akan panjang” di dukung mimik wajah berkaca kaca
Dimas seolah merasa
hal yang sama, namun ia mencoba menegarkan istri nya dan berkata
“kita
usahakan sebisa mungkin, bu” sembari memeluk Astri dalam nyaman.
Sesampainya di
kantor saat jam istirahat kebetulan Dimas makan siang bersamaan dengan pak
Dahlan dan juga Jaka, menunjukan rasa gembiranya hari ini karena Klara yang
sekarang di usia nya yg ke-4 tahun sudah mulai sekolah playgroup, sembari
memandangi photo photo pagi mereka,
Dimas merenungi memandang photo kegembiraan itu lagi, terdengar suara Dimas serak
seolah tak mampu bergema
“Takut
kegembiraanya itu tak akan panjang karena sampai saat ini belum juga di dapati
cara yang benar benar mampu mengobati kanker yang di perkirakan telah
teindikasi sejak Klara lahir”
Dimas yang seolah telalu mengkhayati hingga air mata pun membasahi pipi. Jaka yang ikut merasakan kegembiraan mendengarkan kabar tumbuh kembangnya Klara, namun dia merasa kan juga kesedihan atas kesakitan Klara yang tak junjung ada cara mengatasi nya.
3 bulan perjalanan
Klara mencoba beradaptasi dengan kegiatan baru nya dan termasuk murid yang
pintar hingga suatu ketika setiba Klara sedang asik nya mengikuti proses blajar
pandangan Klara yang ada saat itu hanya gelap kosong dan rasa sakit yang
teramat di tengkuk kepala hingga membuat guru serta teman teman Klara panik
bukan main melihat kondisi yang sebegitu parah, penangan medis pun segera di
lakukan oleh pihak guru.
Berdering telephone rumah, Astri mengangkat dan ternyata berhembus kabar “Klara masuk Rumah Sakit ”
Tanpa pikir panjang
yang ada hanya ketakutan yang sangat takut yang di rasa Astri sepanjang
perjalanan hanya derai air mata yang menghias. Sesampai di Rumah Sakit Klara
telah memasuki ruang ICU, langsung saja
Astri menelphone suami nya.
“permisi
buk, Saya buk Eni guru dari pada Klara ingin bertanya, sebenarnya penyakit apa
yang di idap Klara?” cetus buk Eni duduk di samping Astri sembari bertanya
lembut takut menyinggung perasaan.
Dengan raut wajah
yang kosong hampa seolah hilang harapan, menjelaskan tentang apa yang
sebenarnya terjadi dengan Klara. Terkejut mungkin yang ada di pikiran buk Eni
saat itu dan hanya bisa menenagkan semberi meminjamkan pundak sebagai alas
kesedihan Astri.
Kehadiran Dimas pun
semakin membikin pilu suasana karena Dimas yang begitu takut kehilangan di saat
melihat malaikat mungil nya sedang berada di ICU lemas tak berdaya.
Dokter memanggil
kedua orang tua Klara,
“Kanker
yang menggerogoti mata Klara semakin parah
kondisi nya, saya khawatir umur Klara tak akan lama lagi kita sudah upayah kan
berbagai cara untuk menyelamatkan Klara tapi sampai usia Klara menginjak 4
tahun pun yang ada keadaan nya malah semakin parah, obat yang selama ini kita
beri yang berfungsi hanya obat penenang nya, lain dari itu tak ada menunjukan
perkembangan” jelas dr. David, dokter yang
selama ini menangani sakit Klara.
Hanya tangis yang
bisa di lakukan Astri mendengar kondisi anak nya. Tiba tiba dalam isak tangis
belenggu Dimas bertanya dengan tegas
“Apa
kah tidak ada jalan lain dok ?”
dr.David menegas
kan dengan ragu, “donor mata” ia berfikir ini buruk dan penuh dengan sejuta
resiko, jika tidak berhasil pilihan Klara
akan mati atau bisa jadi keduanya sebagai korban. Dan dokter pun memberi
pilihan jika benar ingin mencari kan pendonor waktu nya terbatas sekali. Dimas
langsung murung dan terdiam.
Jaka yang diam diam dari tadi mengikuti Klara dari sekolah sampai Rumah Sakit secara diam diam sengaja menguping percakapan mereka depan pintu tercengang mendengarkan parcakapan dan perkataan dr. David seperti itu. Hati kecil Jaka tersentak dan mendorong untuk mendonorkan matanya untuk malaikat mungil itu.
Waktu berfikir jaka
saat sepengembalianya ia kerumah terlintas dalam sadar,
”
tak ada seindah kata selain melihat Astri bahagia walau tak besama nya, dan
kebahagiaan nya sekarang teletak pada malaikat mungil itu, Klara........”
Selepas malam itu pagi pagi sekali Jaka ke Rumah Sakit sebelum keruangan dr.David sesempat mungkin Jaka melihat malaikat mungil yang berbalutkan selimut biru berbantalkan tipis dengan oksigen menjulang dari tabung ke hidung Klara dari luar ruangan yang bendindingkan kaca di pandangi dalam dalam raga mungil itu.
Sesampainya Jaka di
ruangan dr.David bertujuan untuk mengkonsutasikan tentang donor mata Klara,
sudah di peringatkan bahwa ini menyangkut nyawa, namun Jaka tetap enggan
mengurungkan niatan nya untuk hal konyol itu sudah siap dengan segala
kosekuensi biar pun nyawa terambil. Namun Jaka meminta kepada dr. David untuk
menyembunyikan status dan juga identitasnya kepada Astri dan juga Dimas.
Sebelum transplantasi itu di lakukan Jaka terlebih dahulu sudah mengundurkan diri dari perusahaan yang telah mengangkat derajat nya dan tak lupa dia meminta maaf kepada pak Dahlan jika melakukan kesalahan dalam bekerja kepergiannya beralaskan ingin pulang kampung tinggal dengan saudara dan ingin membuka usaha sendiri di kampung. Sempat jengkel pak Dahlan di tinggal pergi begitu saja disaat ia telah di anggap satu satu nya karyawan terbaik.
Pencarian Dimas mencari pendonor kesetiap Rumah Sakit tak membuahkan hasil sedikit pun. Hingga telephone berdering dr.David mengabarkan esok hari sudah bisa kita lakukan transplantasi mata karena sudah didapatkan donor matanya.
Senang bukan main
serta lega yang di rasa Astri begtu juga Dimas mendengar kabar kembira itu. Hari
yang dinanti nanti itu pun datang operasi pengangkatan mata Klara yang sudah
begitu parah merinfeksi kanker ganas itu di gantikan dengan bola mata Jaka, kematian
itu pun tak bisa di elakan. dr.David yang sudah berjanji merahasiakan tentang Jaka
dan di atas namakan mayit baru meninggal tak mempunyai keluarga.
Namun kejadian malang
itu tak di inginkan pihak Rumah Sakit, mau tak mau akhirnya dr.David
memberitahukan bahwasaannya Jaka menginggal dunia dalam oprasi ini, kaget bukan
kepalang Dimas dan Astri begitu juga pak Dahlan, tak menyangka Jaka akan
senekad ini.
Terkuburnya Jaka bersama kenangan dan juga cinta yang mampu membuatnya jatuh dan berbaur dalam kenangan manis. Ruangan kantor Jaka yang saat ini sudah di isi dengan orang lain terselip di dalam kegelapan laci itu tertinggal selembar kertas berisikan untaian kata beserta selembar photo semasa SMA Jaka bersama Astri dulu
“Biar aku yang mengalah biar aku yang menjauh, bila kebahagiaan mu bukan aku yang mengukir biarlah ku liat bahagia di hidup mu bersama dia. Teriris saat melihat keluarga kecil itu namun ku tak bisa dendam saat ku lihat malaikat mungil berada di antara kalian, aku ikut senang merasakannya, tiap kali kulihat tatap mata itu percis sekali dengan mata yang mampu membuatku jatuh hati , kilau mata itu yang mampu meredam amarah ku serta menenangkan hatiku dan bola mata malaikat mungil itu yang mampu membuatku jatuh cinta lagi”
Surat itu cukup kiranya memberi alasan jelas jaka mendonorkan mata nya.
Rasa bersalah
sempat membenak dalam diri Astri, Dimas tau apa yang di rasa istri nya itu, meleluk dengan hangat
dan mengizinkan dengan tegas
“kita ukir bahagia bersama,
jika orang yang di harapkan bersandingkan kita tak bisa menemani langka setidaknya masih ada bola mata itu yang
selalu bersama dan selalu melihat kita” cetus Dimas
Keabadian itu bukan
hanya kita yang buat, sesungguhnya juga bisa kita titipkan pada orang yang kita
anggap malaikat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar